Fiksi Mini White Lie - SKENARIO - Beo Bual dan Gagak Angkara
Saturday, May 19, 2018
Add Comment
SKENARIO - Beo
Bual dan Gagak Angkara
“Kau adalah yang terbaik dalam
hidupku.”
Sumpah mati yang dirayu tak
sanggup bergeming dari kebahagiaan. Hatinya berbunga-bunga. Jelas saja, kalimat
itu hadir dari bibir sang pujaan hati.
“Akan kujaga mataku dari
penglihatan yang menyilaukan. Kututup telingaku dari suara yang meremehkan.
Kukhusukkan doa dalam sujud-sujudku untukmu.” Gadis itu masih saja merayu,
merajuk dan seakan benar: cinta tak bertepuk sebelah tangan.
“Bila itu sungguh, semoga
kaulah yang terakhir. Dan tak ada lagi yang tak harus memiliki.” Yang dirayu
memberanikan diri menjawabnya.
Sesungguhnya, bukanlah sang
perayu yang memulai kata-kata rayunya. Perayu sesungguhnya adalah sang Gagak.
Lakon dengan sayap menghitam yang rupawan. Paruh hitam yang hebat bersajak.
Alangkah disayangkan Gagak selalu gagal dalam hal cinta. Semoga kisahnya ini
bukanlah lagi kisah yang buruk.
“Aku akan membebaskanmu.” Itu
yang Gagak rayukan.
Ini berawal dari beberapa masa
lalu.
Hidup si Beo cantik makin
terpuruk sejak hari saat ia tertangkap tangan manusia. Hidup di sangkar.
Sengsara dan tak bisa menikmati bebas. Siapa pun pasti akan terpikat pada sosok
cantik, cerdas dan berpengetahuan banyak. Bahkan manusia pun tertarik.
Dalam keterpurukan yang sama.
Sang Gagak bertengger murung, terpuruk karena cinta. Merasa disia-siakan
kekasihnya yang sejak lama tak berkabar. Bila bukan sang Gagak yang memulai,
maka mereka tak pernah bercakap-cakap. Namun dengan pandai sang Gagak, ia
sembunyikan kesedihannya. Cakap bertutur membuatnya disanjung.
Dari dalam sangkar sang Beo
terkagum-kagum. Terpesona pada sang Gagak. Tak dinyana sang Gagak pun memendam
rasa yang sama. Mereka akhirnya saling mengenal. Gagak sering bertengger di
dekat sangkar Beo, hanya sekadar menghiburnya. Beo tak lagi merasa sepi, bahkan
dari dalam sangkar semangat Beo untuk bebas menggebu-gebu. Ia belajar banyak
hal dari Gagak.
Setiap hari dalam akrabnya
Gagak selalu membawa sejuta bait puisi dan ribuan rangkaian bunga untuk Beo.
Yang dibawakan kegirangan. Sepanjang akrab mereka pun tak hanya sekadar itu
yang Gagak persembahkan. Terkadang Gagak persembahkan kisah-kisah menawan dari
bunga-bunga yang dibawanya. Maksud untuk menyenangkan hati Beo. Makin penasaran
dan rindu Beo dengan dunia luar. Suatu hari ia ingin mendatangi tempat-tempat
itu.
“Apakah kau mencintai burung
itu?” Merpati tiba-tiba bertanya, “Dia hanyalah burung yang terkurung. Masa
depan yangtidak jelas. Dan dia hanyalah seekor burung yang hanya bisa meniru.
Dia adalah burung terburuk yang pernah ada.” Merpati menjelek-jelekkan wanita
yang sangat dicintai Gagak, tepat di hadapannya.
Sementara di dalam sangkar Beo
masih menunggu. Tatkal Gagak datang hatinya bahagia. Besar harapnya setiap kali
Gagak datang hanya untuk membebaskannya. Namun, saat Gagak bergeming menjahui
sangkarnya, Beo bersedih. Bertukar masa hanyalah kisah seperti itu berulang-ulang.
Beo jenuh. Ia merasa mungkin Gagak mempermainkannya.
“Apakah Gagak tak kunjung
membebaskanmu?”
“Hari ini mungkin belum.
Namun, suatu hari nanti aku yakin ia akan membebaskanku.” Keyakinan Beo masih
kokoh terhadap Gagak.
Tak dinyana. Hari itu Merpati
tak hanya menyapanya. Burung terkenal kesetiaannya itu, berhasil menghadirkan
sesuatu yang paling Beo idam-idamkan. Merpati membebaskan sang Beo. Janji yang
tak pernah bisa Gagak penuhi.
Dari jauh Gagak menyaksikan
pemandangan menyakitkan itu. Entah Gagak harus bahagia atau harus bersedih.
Satu sisi Gagak bahagia yang dicintainya bebas. Di sisi lain sedih, yang
menghina Beo kini menjadi penyelamatnya.
“Aku tak pernah mencintaimu.
Selama ini hanya menanggapmu sahabat saja. Terima kasih telah hadir dalam hidupku.
Tetaplah jadi sahabatku. Karena aku tak ingin kehilanganmu.”
Segenap pengharapan Gagak
direkas. Dipatahkan. Dipenggal dari nadi di urat lehernya. Gagak berpikir
selama ini ia telah salah menilai Beo. Gagak pun terkadang berpikir Beo
membohonginya hanya untuk kebaikan Beo sendiri. Hanya karena Beo ingin perutnya
tetap terisi walau majikannya tak memberi makan.
Gagak naik pitam. Semua
upayanya sia-sia. Sungguh tak disangka Beo yang ia kenal baik tega seburuk itu.
Murka sang Gagak ia tuangkan di berbagai kisah untuk dunia.
Al-kisah Beo pun disia-siakan
sang burung setia. Dalam keterpurukannya di tempat dambaan yang pernah Gagak
ceritakan, Beo tertangkap. Kembali di sangkar yang sama. Beo kembali sendiri.
Dalam kesendiriannya itu ia masih berharap ada Gagak yang menghampirinya.
Beo ingat, saat bebas. Beo
menanyakan tentang perasaan Gagak.
“Aku bahagia, karena dengannya
kau akan bahagia.” Demi kebaikan Beo, Gagak rela berbohong dan memendam jauh
amarah serta perasaannya.
Apa boleh buat, kini Gagak
telah terbang mengitari buana jauh dari tempat kenangannya bersama masa lalu
yang menyakitkan. Gagak lebih jaya dari siapa pun kini.
“Untung aku bukan Beo.” Semut
menggerutu di bawah sangkar.
....
Sebagai Fiksi Mini Terpilih dalam Lomba Cipta Fiksi
Mini Nasional bertema “White Lie” bersama Jejak Publisher.
|
TERKAIT:
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "Fiksi Mini White Lie - SKENARIO - Beo Bual dan Gagak Angkara"
Post a Comment