Puisi Rabu | KOSONG
Wednesday, October 3, 2018
Add Comment
Janji Untuk Ingkar
Tanah indah ini
Tempatku mengenangmu
Tempatku mengingatmu
Kau yang dulu beriku sesuatu
Mengenangmu yang tak pantas
kukenang
Aku pernah begini
Aku pernah percaya janji
Pernah, bukan hanya darimu
Kau, bukanlah kau yang kukenang
Janjimu hanyalah bualan, itu
kusesali
Nantimu, mungkin tak akan pernah
Indah di waktu mendatang tak ‘kan
ada
Kau adalah janji yang teringkari
Kau adalah sesuatu yang kusesali
Aku budak bodoh yang percaya
janji
Saat ini, saat terbaik kurangkai
kataku
Saat paparku, ingatku, janjimu,
ingkarmu
Kukenang apa yang tak kau kenang
Kau apa aku pun apa
Kukenang kau sebagai yang tak
pantas kukenang
Janji manismu, janji untuk ingkar
Paham, tak paham tak apa
Bukan hanya untukmu ini terangkai
Untuk semua yang ingkari janjinya
Takutlah janji untuk ingkar
Saat kubutuh, kau tak ada
Saat kau butuh, mungkin aku sudah
tiada
Takutlah janji untuk ingkar
29 Juni 2017
Kosong
Kosong?
Kosong?
Aku
kehabisan kata untuk menjelaskan
Sudahlah aku
pun bosan
Jika logika
tak lagi mampu membuatmu sadar
Semoga
kehampaan bisa membuatmu paham.
Palopo, 26
Juni 2018
Eka Ayu Rusiana
Hei, masih ingat aku?
Orang yang tempo hari kau buat
gagu dengan puisimu
Atau, kau punya cara lain untuk
mengingatku?
Orang yang tempo hari ingin
membuatmu tertawa,
Tapi gagal
Apa boleh aku memanggilmu
rembulan?
Senyummu seindah dia
Aggap saja aku berbual
Aku tak pernah melihat bulan
tersenyum
Atau kupanggil saja kau bintang?
Agar saat senyum rembulan tak ada
Ada bintang yang menaburkan
cahaya di tengah pekat
Nyatanya aku buta,
Atau, kusebut saja kau rindu?
Karena aku sedang merindu.
Keppe, 12 Juli 2018
Maestro
Kopi manis yang kau sajikan
Adalah sebuah kebohongan
Lagu yang nyanyikan
Adalah sebuah kesenduan
Mengapa tak pulang saja?
Biarkan buku-buku tuamu yang
menyimpan air mata
Mengapa tak pulang saja?
Bersandar pada tiang rapuh, serapuh
dirimu
Rumah itu masih ada di sana
Melukis wajah-wajah yang membuatmu
menjadi manusia
Pulanglah!
Temui kedua duka yang bersandar
di nisan kayu
Pulanglah!
Keppe, 19 Juli 2018
Diksi Bisu
Patung-patung kayu masih sigap
memainkan perannya
Cangkir-cangkir kopi masih hangat
menghias pagi
Peran-peran bisu sudah lantang
menyuarakan kebebasan
Segerombolan semut pun ingin
merasakan nikmat kopi di pagi hari
Patung-patung kayu masih bisu
dengan tatapan tajam ke arah pemahat
Dendam, iri, dengki, apa daya
takdir memaksa mereka diam hingga mati
Sejuta kata terpendam sia-sia,
peran terserah si pemahat
Air mata hanya akan membuat
kayu-kayu itu rapuh
Patung-patung kayu dengan sejuta
puisi di kepala
Diksi-diksi tanpa kata yang hanya
bersuara tentang kebebasan
Cinta terbesar bagi sebuah patung
hanya kepada diri sendiri
Diam bukannya tak berkata, dunianya
berbeda
Patung-patung kayu mengkilap dan
peran bisunya
Kapan aku bisa menjadi sepertimu?
Dalam diam kau ungkap segala kata,
dalam diam kau bermakna
Atau menjadi seperti kawan pagimu
dalam cangkir-cangkir yang kian membeku
Dengan aroma, dia mampu memikat
semua rasa
September 2018
Video Puisi "Diksi Bisu"
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "Puisi Rabu | KOSONG"
Post a Comment