NOVEL | 1 Titik (part 1) - Masa Silam Yang Kelam
Friday, January 11, 2019
Add Comment
Masa
Silam Yang Kelam
Tak
terhitung berapa banyak kesalahan yang telah diperbuat. Sehari-hari hanya bisa
berbuat masalah di mana-mana, tauran, kebut-kebutan, dan mengkonsunsi
barang-barang haram adalah sebagian kecil dari kesalahan-kesalahan itu. Ditambah
lagi dengan kondisi rumah yang seolah tak pernah perduli lagi dengan apa yang
kuperbuat.
Jauh
dari energi-energi kereligiusan. Sedetik mengingat Tuhan pun tak pernah,
terbuai dalam gemerlap dunia yang sesaat, terantai dosa-dosa yang membukit.
Sedari kecil orang tuaku tak pernah mengajariku sedikitpun tenteng agama. Harta
berlimpah membuatku menjadi sosok yang angkuh dan sombong. Tak pernah menyadari
semua itu hanya titipan Tuhan yang kapan pun bisa sirna.
Meski
namaku Ahmad Muslim, namun nama itu tak mencerminkan kepribadianku. Apalah arti
sebuah nama, nama dibuat hanya dibuat agar dapat membedakan panggilan antara
individu satu dengan yang lain.
Bahkan
karena sifatku ini aku pernah merasakan kelamnya dunia jeruji besi hingga
merasakan terbaring di rumah sakit. Bukan sekali dua kali, namun sudah
berkali-kali. Karena kurangnya perhatian dari keluarga, membuat aku kembali
terperangkap dalam kelamnya kehidupan.
Saat
itu aku yang sedang sendiri di rumah, tak tahu harus berbuat apa, seorang teman
datang dan mengajakku menikmati kehidupan dunia malam. Aku yang tidak betah
berlama-lama di rumah akhirnya mengikuti ajakannya. Inilah awal dari
kenakalanku, dan sejak saat itu aku terjerumus mengikuti jalan yang salah.
Seperti biasa kedua orangtuaku tak perduli, padahal mereka melihat sendiri
kenakalan-kenakalan yang sering kuperbuat.
Imbasnya
tak hanya kurasakan sendiri, kedua orangtuaku pun merasakannya. Pernah ada
seorang warga yang tidak suka dengan perlakuan kasarku kepada anaknya.
“Pak!
anak Anda keterlaluan, tiap hari anak saya dimintai uang, kalau tidak diberi
anak saya dipukuli!”
Mungkin
seperti itulah kalimatnya. Namun, ayahku tak ambil pusing, hanya dengan diberi
sejumlah uang orang itu pun menyepakati bahwa masalah ini selesai.
“Mad!
kalau sampai ada masalah seperti ini lagi, ayah tidak mau perduli lagi. Itu
semua urusanmu bukan urusan ayah atau ibu lagi! Ingat itu baik-baik!” Itulah
serunya padaku.
Namun,
itu ada sekedar seruan yang kuanggap biasa karena mereka hanya menyuruhku mengurus
urusanku sendiri tanpa meyuruhku merubah sikap. Aku yang tak perduli lantas
meninggalkan rumah, pergi bersama teman gengku.
Rendi,
Diaz, dan Rio adalah sobat-sobat satu gengku. Saat bersama mereka, aku merasa
hanya mereka yang bisa membantuku lari dari semua masalah. Semua obat-obatan,
miras dan barang barang lain yang dianggap haram bagi orang lain, namun halal
bagi kami.
“Aaaaahhhh...(menghela
napas) malam ini, ada yang punya rencana?”
Tanya Rendi dalam pengaruh minuman keras alias mabuk.
“Bagaimana
kalau malam ini kita keliling kota” Ulas Rio.
“Itu
ide bagus bos...” Sambut Diaz.
Tanpa
pikir panjangkami pun beraksi malaam itu dengan sebuah mobil butut. Dalam
keadaan mabuk, aku yang mengambil ali kemudi mobil.
“Hey
Mad!!! Kata orang kalau nyetir harus pakai sabuk pengaman, biar aman,
hahaha...” Kata Diaz yang mabuk sambil menyelelempangkan sabuk pengan padaku.
“Kamu
terlalu taat, sob!” Kataku
Perjalanan
kami pun dimulai. Dengan kecepatan penuh, di dalam mobil kami melakukn berbagai
kegiatan yang tak bermanfaat yaitu, minum minuman keras saling ejek, dan
lainnya.
Tak
lama kejadian buruk pun terjadi malam itu. Saat kendaraan kami melaju dengan
kecepatan penuh, tiba-tiba mobil kami berpapasan dengan truk pengangkut semen.
Aku yang dalam keadaan setengah sadar, mencoba menginjak rem, namun ternyataan
yang kuinjak adalah pedal gas. Dalam keadaan panik aku banting stir ke arah
kanan. Namun, upaya itu sia-sia, kendaraan kami menghantam bagian muka truk
itu. Benturan keras pun tak terelakkan membuat aku tak sadarkan diri di lokasi
itu. Kali ini aku koa selama sebulan.
“Kamu
beruntung masih bisa selamat dari kecelakan itu. Walau kamu mengalami
pendarahan di otak dan mengalami amnesia ringan, namun itu masih jauh lebih
baik daripada ketiga temanmu yang lain” Sambut dokter yang menanganiku, kala
aku mulai membuka mata.
“Mereka
kenapa, Dok?” Tanyaku.
“Mereka
meninggal di tempat malam itu juga”
Malam
itu aku merasa sangat terpukul mendengar kabar itu.
“Kenapa
aku tidak mati saja seperti mereka?” Keluhku.
“Astagfirullah,
Seharusnya kamu bersyukur karena Allah masih memberimu keselamatan!” Seru
doker.
“Dalam
hati kecilku, aku sangat ingin bertaubat. Tapi, pikiranku mengatakan Allah
kurang adil, setelah Dia menjadikanku sebagai anak yang kurang diperhatikan
oleh orangtua, kini Dia kembali mengambil sahabat-sahabatku. Apa mungkin Dia
ingin membuatku sengsara dengan hidup sebatang kara? Aku Cuma ingin hidup
seperti yang lain, yang punya orangtua yang perhatian!” Kataku, mengungkapkan
isi hati.
“Kamu
jangan pernah merasa Allah itu tidak adil, mungkin Dia punya rencana yang baik
di balik semua ini. Ingat! Allah tidak akan memberikan apa yang kau inginkan,
karena itu hanya membuatmu menjadi orang yang rakus, ingin ini dan itu. Tapi
Dia akan memberikan apa yang terbaik
untukmu.” Ia menahan napas sejenak. “Kalau kamu serius ingin tobat, saya punya
kenalan seorang Ustadz yang mengerti agama dan mungkin bisa membantumu,”
lanjutnya.
Mendengar nasihan Dr.
Riza hatiku merasa sedikit terketuk dan berniat untuk coba bertobat.****
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "NOVEL | 1 Titik (part 1) - Masa Silam Yang Kelam"
Post a Comment