[CERPEN] Kawan Sehari


Kawan Sehari
...
25 Februari 2019
Tiga puluh lima hari terlewati dalam masa tugas menyelesaikan salah satu proses perkuliahan kami. Magang, begitu istilah mudahnya yang umum dipakai oleh kebanyakan mahasiswa dan kampus. Tak hanya satu lokasi PDK[1] –begitulah fakultas kami menyebut proses ini–, kami pun tinggal dalam satu atap yang sama. Sebenarnya tak semua, dari delapan orang yang selokasi magang hanya tujuh orang termasuk aku yang tinggal serumah, satu teman kami lebih memilih tinggal di rumah keluarganya yang tak jauh dari lokasi.
Para mahasiswa semester enam, Fakultas Teknik Komputer diwajibkan memprogramkan dan melaksanakan mata kuliah PDK yang berjumlah empat SKS dengan syarat telah melulusi mata kuliah Perangkat Lunak Aplikasi pada semester dua. Syarat ini baru saja diberlakukan pada tahun ini dan angkatankulah ‘kelinci percobaan’-nya.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang mewajibkan para calon mahasiswa PDK untuk melulusi ujian Office, ujian yang menguji keterampilan mahasiswa dalam menggunakan aplikasi-aplikasi Microsoft Office. Alhasil beberapa kawan yang tak melulusi mata kuliah yang telah disyaratkan tak bisa mengikuti PDK. Masalah lain, beberapa mahasiswa yang hanya mendapatkan ‘nilai kasihan’ pada mata kuliah Perangkat Lunak Aplikasi pun dengan tidak adanya ujian Office, tak begitu memahami cara menggunakan aplikasi tersebut.
Untung saja lokasi PDK ditentukan sendiri oleh mahasiswa, asal tak keluar dari kawasan Luwu Raya. Memilih tim sendiri yang berisi maksimal lima orang atau boleh lebih bila dibutuhkan oleh instansi. Kami memilih loksai yaitu kantor KPU kab. Luwu yang terletak di Belopa, sekitar satu jam perjalanan dari Palopo.
...
Pagi yang penuh emosional kala itu. Sebelum melangkahkan kaki ke lokasi PDK, aku dan salah satu teman kami sedikit berdiskusi mengenai kinerja selama lebih dari sebulan ini.
“Kalian harusnya konfirmasi dulu dengan kami!” kata dengan wajah yang mulai tak bersahabat.
“Jadi apa sebenarnya masalahmu?” lelaki itu masih santai menanggapiku dengan sepuntung rokok terselip di antara telunjuk dan jari tengah tangan kanannya.
“Kalian dikusi apa kemarin dengan segmen warganet?” nadaku semakin memuncak.
“Mengenai lomba video singkat.”
“Apa kesepakatannya?”
“Kami mengiyakan dan siap membantu. Karena na bilang Fikar, ‘ada ji kau’ dan~~”
Belum selesai penjelasannya aku lantas memotong.
“Tunggu! Saya? Kenapa saya? Yang mengiyakan kalian?” aku memang tak ikut dalam diskusi kemarin karena ada kesibukan di ruangan lain yang tak bisa ditinggalkan, “kenapa libatkan kami yang tak ikut dengan diskusi kalian?”
“Kenapa memang tidak ikut ko kemarin dalam diskusi, kan bisa kau sampaikan di sana kalau memang tidak bisa?” dia mulai menatapku dengan pandangan yang sedikit kecewa dan mungkin telah terpancing emosi.
“Ada urusan lain di ruang teknis kemarin yang tidak bisa ditinggal dan kalian tahu itu.”
Adi –nama panggilannya– mengalihkan pandangannya dan tanpa berkata apapun.
“Janganlah ingin terlihat sok hebat di depan orang lain!” akhirnya kalimat itu kulontarkan dengan nada yang semakin memuncak, “dari awal kalian hanya mengambil keputusan sepihak tanpa sedikit pun bertanya kesanggupan yang lain. Tapi ujung-ujungnya yang kalian limpahkan kepada orang lain tanpa lihat kondisi. Seperti pembuatan video wawancara RELASI dua minggu lalu. Memang bisa ji ka’[2], tapi laptopku sedikit dipaksakan!”
Dia kembali menatapku, kali ini tak akan kuberi ia kesempatan berbicara. Sepertinya Adi ingin mengunggkit masalah jasanya dalam pembuatan poster KPU dan beberapa pengeditan spanduk yang ia kerjakan semalaman sendiri. Mungkin dia tak terima, seolah aku melupakan jasanya yang satu itu. Aku yang suka guyon, hari ini memanas.
“Kau tahu kan kalau hari Sabtu nanti ada kegiatan? Bagaimana cara kita, delapan orang yang tidak kompak ini bisa menyelesaikan semuanya? Seminar hari Sabtu! Pelipatan kertas suara dan lomba tidak peting kalian itu!” nadaku tak terkendali.
“Acara lombanya mulai minggu depan ji mulainya ini lomba!” nadanya pun mulai memuncak.
“Minggu depan? Minggu depan itu kita sudah ~~~” nadaku yang makin tak terkendali itu membuat seisi rumah tahu bahwa sedang ada perdebatan sengit di ruang tengah. Tiga kawan wanita yang sedang repot memcuci piring langsung berlarian ke ruang tengah. Dua kawan lak-laki yang tengah bersiap-siap di kamar pun tak ingin kehilangan momen.
“Woooooyyy... Apa itu? Tidur anakku!” itu suara kak Ida, pemilik rumah sekaligus kakak dari Erika –salah satu orang yang mencetus terbentuknya tim PDK ini– yang dengan baik hati mau menampung dan bahkan menyiapkan keperluan makan kami selama masa PDK.
Dan bahkan teriakan memilik rumah pun yang mampu melerai debat kami.
“Minggu depan, tanggal enam kita sudah penarikan dari lokasi dan dikembalikan ke kampus!” aku mengalihkan pandanganku kepada para penonton di sana dan sedikit mengalihkan pembicaraan sebelum akhirnya kembali ke panggung debat, “nah ini mi yang orangnya!” kutunjuk seseorang yang sebelumnya telah disebutkan namanya oleh Adi.
Yang ditunjuk hanya tersenyum.
“Iya, mentong itu!”[3] sepertinya aku dapat dukungan dari para penonton kaum hawa yang dari awal memang tak begitu suka dengan RELASI[4] segmen warganet yang kebetulan juga diisi oleh tiga orang kaum hawa yang seumuran.
“Tanggal enam-kah pale penarikan?” tanya Adi yang bahkan informasi sepenting itu tak ia ketahui.
“Ada yang bilang tanggal enam, ada juga yang bilang tanggal sembilan!” salah satu penonton laki-laki berambut gondrong sekaligus ketua tim menimpali.
“Kau juga, ketua, harusnya bisa lebih tegas!” nadaku melunak, namun kalimat yang keluar penuh sindiran, sengaja kupancing mereka masuk dalam panggung debat. Sayangnya aku gagal, yang disindir hanya tertawa pelan sama seperti reaksi teman di sampingnya tadi. Mungkin begitulah rasanya menjadi orang yang suka guyon, sekali pun berkata tegas dan marah tetap saja dianggap bercanda.
“Kalau sesuai jadwal harusnya tanggal sembilan!” Adi menegaskan.
“Tetap saja mepet waktunya, enam dan sembilan itu cuma beda tiga hari. Dalam lomba yang akan kita ... maksudku kalian adakan, itu harus ada batas waktu pengumpulan video dan waktu pencurian! Apa cukup waktu minggu depan yang hanya sampai tanggal sembilan?” kataku mencoba menjelaskan.
Mereka terdiam. Adi mulai mengganti batang rokoknya dengan puntung untuk lainnya. Penonton saling tatap. Mungkin mereka baru menyadari itu. Aku menarik napas panjang dan menghamburkannya melalui mulut dengan sedikit emosi yang berusaha kuredam.
“Lewat mi jam delapan!” aku mereda dan mengingatkan mereka. Serentak mereka menantap ke arah jam dinding yang sama. Setidaknya ada hal yang bisa membuat tim ini sedikit terlihat kompak.
“Berangkat mi ki pale!”[5] titah Hasrul, si ketua gondrong.
Kami meninggalkan panggung debat dengan sesuatu yang tak tuntas tertinggal di sana. Aku tak tahu apa mereka memikirkan sesuatu yang kupikirkan sepanjang jalan di atas motor atau tidak. Sang ketua yang memboncengku pun tak berkata apa-apa.
...
Karena secara tidak langsung aku pun telah terlibat dalam kesepakatan dengan RELASI warganet, mau tak mau aku harus ikut bergabung. Jujur saja, aku melakukannya tidak sepenuh hati.
Malam harinya kami sepakat mengadapat rapat untuk teknis pelaksanaan lomba di aula kantor KPU. Menjelang pemilu, kantor ini tetap ramai hingga menjelang tengah malam. Selain kami yang datang untuk diskusi, beberapa staf pun hadir di malam itu. Beberapa orang memadati gudang logistik di lantai dasar, mereka sedang disibukkan dengan proses pelipatan surat suara.
Malam itu, hanya para lelaki dari tim PDK kami yang hadir. Tiga kawan perempuan dengan berbagai alasan tak ingin hadir; mulai dari alasan sudah malam, takut pulangnya kemalaman, hingga alasan lelah pun ada. Padahal, aku tahu mereka hanya tak ingin terlibat dalam kepanitiaan lomba dadakan itu.
Kesepakatan malam itu. Lomba tetap dilaksanakan, dan tak perlu menunggu hingga pekan depan. Aku yang merasa telah terlanjur berada di sini, mengusulkan lomba mulai lusa dan ditutup tanggal 6 Maret. Dan dengan ketentuan mereka RELASI warganet harus melakukan proses penjurian, penutupan dan penyerahan hadiah sendiri tanpa bantuan kami jika penarikan mahasiswa dilaksanakan tanggal 6 Maret juga. Kami hanya membantu dalam proses pembuatan spanduk, mengumpulan video, dan mengunggahan video ke akun Instagram KPU.
...
Sepekan kemudian. Penarikan tetap dilaksanakan pada tanggal 6 Maret, namun karena permintaan pembimbing lapangan –salah satu staf di KPU– kami diizinkan tetap di sini hingga tanggal 8. Hal ini karena permintaan dari tiga kawan perempuan kami kepada pembimbing lapangan. Jangan salah sangka dulu, itu bukan karena mereka ingin membantu lomba yang sedang berlangsung, tapi karena mereka masih ingin di sini untuk ikut kegiatan pelipatan surat suara. Karena perpanjangan itu kami pun ikut terlibat dalam acara penutupan lomba.
Pertemuan ditutup dengan bersalaman dengan pemilik rumah yang dengan sangat baik memperlakukan kami selama di sini. Moment haru tak terhindar, baik dari yang ditinggalkan maupun yang meninggalkan.
...
Akhirnya semua berakhir dengan baik. Selama lebih dari sebulan kami bersama, kami mungkin belum terlalu sempurna untuk dikatakan akrab. Tapi, moment ini cukup membuat kami setidaknya saling mengenal.
Setelah kegiatan PDK selesai. Kami masih sering berkomunikasi dan bertemu. Apalagi, kini Adi memutuskan untuk menjadi tetangga indekosku. Dan kami pun masih sering berkunjung ke rumah kak Ida, sekadar singgah saat ada tugas tambahan di KPU pasca PDK atau sekadar bermain bersama anaknya. Kami masih sering mengisi ruang maya untuk sekadar bernostalgia masa-masa PDK. Sebulan yang terlalu sebentar untuk disebut akrab.
...
Dan itu adalah waktu yang cukup untukku menaruh sebuah Rasa.
...
Keppe, 31 Januari 2020


[1] Pratik Dunia Kerja
[2] Memang saya bisa...
[3] “Iya, betul itu!”
[4] Relawan Demokrasi
[5] “Kalau begitu, ayo kita berangkat!”


_____________________________
Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,

Terima Kasih.

0 Response to "[CERPEN] Kawan Sehari"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo

Iklan Tengah Artikel 1



Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Iklan Tengah Artikel 2




Iklan Bawah Artikel

oOoOoOo
DUKUNG KOSAN KARYA UNTUK TERUS BERKARYA:

Donasi Via Saweria atau dukung Kosan Karya dengan klik iklan google (Google Adsense) yang tampil


Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo