[Cerpen Inspiratif] WANITA YANG MENDEKAP SENJA


Wanita yang Mendekap Senja
Karya: Ahmad M. Mabrur Umar

...
Wanita itu masih duduk di sana. Teras rumahnya terasa dingin, hingga waktu dalam sudut pandangnya terasa membeku. Wajah tuanya tak lagi sanggup memajang ekspresi sedekian rupa. Matanya menatap kosong kendaraan yang berlalu lalang di anatara kami. Banyak peristiwa yang mungkin sedang bergulir kembali pada bayang-bayang dirinya.
***
Aku mencoba mengerti dan masuk ke dalam ruang nostalgia, melalui dua bola matanya yang sendu. Di sudut matanya, dua anak belia sedang berlari-lari riang di teras rumah itu. Sepasang anak yang manis dan lucu, sangat menggemaskan. Oh tidak, gadis kecil itu kini terjatuh. Lalu dengan gagah perkasa sang kakak membantu sang adik untuk berdiri.
“Jangan lari-lari, nanti jatuh lagi!”
Kini di wajah wanita tua itu terukir senyum simpul. Bayang-bayang nostalgianya berhasil membawa dia pada sesuatu yang telah lama ia lupakan. Ingatnya yang mulai rapuh kembali memutar penggalan-penggalan adegan yang samar-samar. Kembali di sudut matanya, seorang pria baru saja tiba dengan pakaian berkebunnya
“Ayah...” sepasang belia itu menyambut dengan pelukan hangat. Tampak jelas, lelah dan lesuh sang suami pun menghilang, berganti canda dan tawa dengan dua buah hatinya.
Di sudut matanya, kedua putra dan putri itu semakin beranjak dewasa. Kali ini mereka dengan manisnya mencium tangan sang ibu lengkap dengan seragam sekolah yang mereka kenakan. Suasana senja sore itu, tiba-tiba saja berubah menjadi pagi.
“Bu, aku ingin punya sepeda seperti teman-teman di sekolah,” si gading merek.
“Iya. Nanti, ibu belikan, ya. Sekarang, ibu dan ayah masih mengumpulkan uang. Kamu sekolah yang rajin!” katanya, sambil bersenyum sengusap kepala sang anak.
“Aku juga ya, bu?” sang kakak berlari ke hadapan dan mencium tangannya, tak lupa senyum manis ia pamerkan untuk merayu.
“Iya!”
Di sudut matanya, teras rumah itu berubah menjadi tanah lapang perkebunan. Ia ingat bagaimana hari itu di bawah terik yang menyengat, wajahnya penuh peluh. Masih lekat pula ingatan tentang cara mengumpulkan rempah siang itu di perkebunan milik seorang saudagar. Ia tetap semangat. Demi sepasang sepeda idaman kedua buah hatinya, demi senyum manis dari dua jagoannya. Terbersit sebuah tanya di benaknya, “apa kabar si saudagar baik hati itu?”. Ah, suadahlah, ia saja sudah setua ini, pasti si saudagar itu lebih tua atau bahkan telah terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta.
Di sudut matanya, kedua buah hatinya sangat riang, sebab kini mereka memiliki sepeda baru. Siang itu, sepulang sekolah mereka langsung disambut dengan dua sepeda baru di halaman rumahnya. Sang suami sengaja menaruhnya di sana, agar ketika mereka tiba sepeda itu yang pertama dilihatnya.
“Aku suka sepedanya, bu. Terima kasih, bu,” sang kakak terlihat sangat bahagia dan memeluknya siang itu.
“Aku juga suka. Terima kasih, bu,” sang adik tak mau kalah dan langsung memberi pelukannya juga.
“Cuma ibu? Ayah?” sang suami merayu sambil tersenyum usil.
Kedua buah hati itu melepas pelukan dari ibunya dan berbalik melihat ke arah ayahnya, “terima kasih, ayah!”
“Sama-sama. Belajar yang rajin ya! Kan sudah punya sepeda,” sang ayah mengusap kepala kedua buah hatinya.
Di sudut matanya, sore di hari yang sama. Sang ayah dengan sabar mengajari buah hatinya bersepeda. Walau baru saja tiba dari kebun, ia tak terlihat lelah. Di sudut matanya, ketiga orang berharga di hidupnya itu sedang tertawa riang. Suami yang menuntun sepeda sang kakak dan adik secara bergantian. Adegan selanjutnya, si adik terjatuh dari sepeda saat ayahnya lengah. Lutut dan sikunya berdarah, ia menangis sejadi-jadinya. Si ayah langsung mengangkatnya masuk ke dalam rumah.
Kali ini, di sudut matanya, ia sedang membasuh luka gadis mungilnya itu. Mata anak itu sedikit sembab dan berkaca-kaca. Bibirnya masih sedikit dimiringkan, terdengar suara sesenggukan. Oh, Tuhan kasih sekali gadis ini, tapi ia pun terlihat sangat lucu dan menggemaskan.
“Sudah, adik kan anak kuat. Nanti juga luka sembuh,” sang ibu merayu, lalu merentangkan tangannya, “uuuuhhhh, sini peluk ibu!”
Gadis mungil yang masih tersesunggukan itu mendekap ibunya dengan manja. Sebuah ciuman hangat mendarat di kening sang gadis. Di sudut matanya, semua adengan itu terasa sangat manis. Terbersitlah, andai waktu bisa kuulang.
...
Di sudut matanya, kedua buah hati itu meranjak dewasa. Kali ini mereka harus meninggalkan rumah menuju kota. Melanjutkan pendidikan di jenjang perkuliahan. Meninggalkannya berdua saja dengan sang suami yang mulai terlihat menua, begitu pun ia. Lelaki itu adalah lelaki yang sangat baik hati dan pekerja keras, itulah yang membuatnya hingga hari ini jatuh cinta pada lelaki itu.
“Kalau mereka nanti sudah menikah, rumah ini akan lebih sering sepi seperti ini. Anggap saja sekarang kita sedang latihan untuk itu,” sang suami memeluknya, mencoba mengusir sedih di hatinya yang merindukan kedua buah hatinya.
“Kita kerja keras saja di sini, kumpulkan uang untuk pendidikan mereka. Cukup kita yang hidup susah seperti ini, mereka jangan sampai seperti kita,” lanjut sang suami.
Di sudut matanya, sang kakak terlihat sedang mengenakan toga. Dia berhasil menyandang gelar sarjana saat itu. Disusul adiknya di tahun berikutnya. Sebuah kebanggan yang sangat mendalam di benak wanita itu. Ia ingat, hari itu ia dan sang suami meneteskan air mata.
Kali, di sudut matanya, kedua buah hatinya telah berhasil menjadi orang yang sukses. Sang kakak yang tiap hari terlihat rapi. Kemeja bagus dibalut jas, lengkap dengan dasi. Sang adik, sangat anggun dengan bajunya yang selalu terlihat baru. Tumpukan kertas di meja kerja, dan gawai berlayar lebar yang selalu ia bawa.
Rumah penuh kenangan mereka pun berubah menjadi bangunan yang lumayan megah. Hasil jerih payah mereka terasa terbayar dengan rasa kebanggaan yang tiada tara. Di sudut matanya, terekam jelas moment saat kedua buah hatinya memutuskan untuk menikah. Kini, rumah megah itu terasa sangat sepi, hanya ada dia dan sang suami. Kedua buah hati jarang pulang, sibuk dengan pekerjaan dan keluarga baru mereka masing-masing.
Di sudut matanya, teras rumah itu berubah menjadi bangsal rumah sakit. Sang suami terbaring di sana dengan semua peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Ia tiba-tiba saja terjatuh dan tak sadarkan diri. Tubuh tuanya langsung dibawa ke rumah sakit, dengan bantuan tetangga sekitar rumah.
“Halo, kak. Ayahmu sekarang di rumah sakit, kalau bisa datang ya, nak.” Sang ibu menelepon anak pertamanya.
“Maaf, bu. Aku sekarang di sibuk, banyak kerjaan yang harus diselesaikan,” sang kakak menolak.
“Halo, dik. Ayahmu sedang di rumah sakit, kamu bisa datang?” kali ini ia menelepon anak keduanya.
“Maaf, bu. Aku juga sedang sibuk,” sang adik menolak.
Di sudut matanya. Malam itu, suami tercintanya menghembuskan napas terakhir. Hatinya hancur, lelaki yang sangat dicintai kini pergi meninggalkannya. Lelaki baik hati yang hampir tak pernah memarahinya itu telah menghadap Sang Pencipta mendahuluinya. Sosok pekerja keras itu kini terbujur kaku di pembaringan teakhirnya. Mirisnya, tanpa kedua buah hati yang sangat ia cintai.
...
Di sudut matanya, ia merindukan sesuatu. Sesuatu yang dulu sangat indah di matanya. Sesuatu yang selalu membuatnya berhasil mengukir senyum. Sesuatu yang memudar. Hari ini, ia hanya bisa merindu di teras rumahnya yang ia sulap menjadi ruang nostalgia. Bahkan di hari raya seperti ini, tetap saja ia merasa sendiri dan sepi. Tak ada satu pun orang yang mengunjunginya. Hanyalah ia sendiri, memeluk senja yang perlahan tenggelam di ruang nostalgianya.
***
Di sudut mataku, aku pun merasakan rindu. Aku pun takut menua, sepi dan mati. Meskipun, aku diciptakan dalam diorama yang berbeda, aku pun berhak menjadi sesuatu yang seharunya. Di sudut mataku, aku lebih dari sekadar sepeda mungil tua, yang telah lama ditinggalkan pemiliknya.
...
Keppe, 10 April 2020

1 Response to "[Cerpen Inspiratif] WANITA YANG MENDEKAP SENJA"

Iklan Atas Artikel

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo

Iklan Tengah Artikel 1



Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Iklan Tengah Artikel 2




Iklan Bawah Artikel

oOoOoOo
DUKUNG KOSAN KARYA UNTUK TERUS BERKARYA:

Donasi Via Saweria atau dukung Kosan Karya dengan klik iklan google (Google Adsense) yang tampil


Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo