Cerpen - Suara Yang Dirindukan
Saturday, June 30, 2018
Add Comment
Suara Yang Dirindukan
11 Agustus 2013
Masih dalam suasana lebaran
idul Fitri. Pagi itu, ringtone hp dengan nada lagu PUSPA dari ST12 yang terdengar
sayup dari bawah bantal merah tempatku menyandarkan kepala, mataku terbuka dan
segera mencari sumber suara itu. Kutemui sebuah nomor baru tanpa nama tertera
menelponku dan kuangkat panggilan itu dengan muka yang masih kusut.
“Assalamualaikum...”
Terdengar suara seorang wanita menjawab salamku
“Wa’alaikum salam...”
“Ini dengan siapa ya?”
Ia tak menjawab pertanyaanku,
dan jusru balik bertanya,
“Benar ini Ali?”
Dengan perasaan penuh tanya
aku menjawab,
“Iya, ini saya”
“Alhamdulillah....” seketika
suaranya menjadi gemetar dan terubah menjadi keharuan
Sesekali ia menyebutkan
sebuah nama “Ali...” namaku disebutnya dengan isak tangis yang makin
menjadi-jadi. Aku hanya terdiam sambil terus berusaha menggalih ingatanku
tentang suara di balik sinyal handphone yang sedikit terputus-putus.
Perlahan tangisannya mulai reda, kucoba untuk kembali bertanya.
“Maaf ini siapa?”
Dengan tangisan yang masih
tersisa ia menjawab,
“Ini Mama, Nak...”
“Mama?”
Seakan rasa haru bercampur
aduk dengan berbagai rasa di hatiku. Entah perasaan apa ini, rasa sudah lama
tak mendengar suara dan melihat sosok seorang Ibu yang melahirkanku. Seketika,
ingatanku terbang jauh ke masa tiga tahun lalu, saat itu aku masih duduk di
bangku kelas 1 di SMP Negeri 2 Kota Sorong, Papua Barat. Kisah lama bergulir di
pikiranku.
Selasa, 11 Januari 2011
Setelah pulang berlibur dari
desa Mamau ke kota Sorong. Bapak berencana mengajak aku dan mama untuk
berkunjung ke kampungnya di Sulawesi Selatan. Tapi mamaku menolak ajakan itu
dengan alasan kasihanAbah Tua[1] dan Nenekku di desa Mamau
jika harus ditinggal jauh ke Sulawesi.
“Cuma satu bulan, kalau sudah
bertemu dengan keluarga di sana kita kembali lagi ke sini” bapak terus merayu
mama agar menuruti kemauannya. Terlihat dari matanya, beliau sangat rindu
dengan keluarganya yang telah 21 tahun tak dijumpainya.
Masih kuingat hari itu 14
Januari 2011, Bapak, Mama, aku dan Adikku yang masih berusia satu setengah
tahun, kami terbang dari bandara Jeffman, Sorong menuju bandara Sultan
Hasanuddin, Makassar. Ya, mamaku akhirnya mengikuti kemauan bapakku. Perjalanan
dari Makassar ke kampung halaman Bapakku ditempuh kurang lebih sembilan jam.
Pukul 16.30 WITA, kami tiba di rumah saudaranya di desa Rantu, Kab. Luwu,
Sulawesi Selatan.
Berbulan-bulan telah berlalu,
Bapakku juga tak membahas tentang kepulangan kami ke Sorong. Bukan karena lupa,
tapi Bapakku memang tak lagi berniat kembali ke kota Sorong, bahkan ada sebuah
rumah milik keluarganya yang siap untuk ditempati kami sekeluarga. Tapi mungkin
karena keterbatasan bahasa membuat Aku dan Mama menolak untuk tinggal di sini
lebih lama dan menuntut kembali ke kota Sorong. Namun aku tetap dimasukkan
sekolah di MTs. Rantu. Sekitar bulan Mei
2011, dengan alasan ingin menjemput dan membawa Abah tua dan Nenekku ke desa
Rantu, Mamaku akhirnya kembali ke kota Sorong. Semenjak hari itu mama tak
kembali dan tak pernah kudengar kabar tentangnya. Aku memiliki impian lain yang
ingin diwujudkan yaitu menyatukan kembali keluargaku yang utuh. Hari ini beliau
kembali menghubungiku.
“Mama tahu nomor kamu dari
Diana teman kamu di SD dulu” Mamaku coba menjelaskan
“Mama mau kembali lagi ke
sini kan?”
“Tidak, Nak!”
“Kenapa?”
“Sebenarnya hari ini, mama
telpon kamu, mama mau minta izin sama kamu, mama mau nikah lagi”
Mendengar pernyataan beliau
saat itu aku merasamimpi besarku yang satu tidak mungkin akan pernah terwujud.
“kalau pun saya tidak setuju,
mama pasti akan tetap menikah lagi, iya kan? jadi tidak perlu mama minta izin
sama saya” Langsung kumatikan panggilan itu.
Hari itu menjadi hari yang sangat
membahagiakan tapi juga menjadi hari yang paling buruk bagiku. Membahagiakan
karena bisa mendengarkan suara yang selama ini sangat kurindukan. Dan menjadi
buruk karena ada hal yang tak kuinginkan untuk terjadi. Seketika dunia serasa
tak pernah adil bagi manusia sepertiku, impianku memiliki keluarga yang utuh
kini tak akan pernah tewujud. Entah salah siapa? entah apanya salah? mungkin
jawaban dari semua pertanyaan itu, takdirku inilah yang salah. Satu pertanyaan
terakhir yang sering timbul dalam benakku adalah mengapa hidupku harus berjalan
seperti ini?.
Sebulan kemudian, mama
kembali menghubungiku dan berkata bahwa beliau telah menikah dengan seorang
saudagar kaya yang bergelar Haji dari kota Makassar dan telah lama menetap di
dareah Teminabuan, Papua Barat.
“Saya Cuma bisa mendoakan
semoga mama bahagia dengan kehidupan baru yang mama jalani” kusampaikan doaku
padanya melalui sambungan telepon dengan air mata yang tertahan di ujung bola
mataku.
Sampai waktu yang lama
Bapakku tak pernah mengetahui hal ini, aku beranggapan kalaupun kusampaikan
kabar ini, bapak tidak akan pernah peduli. Hingga akhirnya berita ini sampai
juga ke telinga Bapakku, bukan dari mulutku, tapi keluarga yang berada di
Papualah yang menyampaikan kabar ini. Benar saja dugaanku bapak tak memberi
respon apapun setelah mendengar kabar ini. Akupun bingung ada apa dengan
keluarga ini.
Selalu kugiring pikiran ini
menuju ke arah yang positif. Dia teteplah Ibuku, sosok yang telah melahirkanku,
membesarkanku dan membuatku hingga ada di titik ini. Suatu hari nanti aku ingin
bertemu dengannya, memeluknya dan bahkan menjaganya. Tak ada mimpi yang ingin
kuwujudkan melebihi mimpi membanggakan orang tuaku, bukan hanya mama tapi juga
Bapakku. Ini adalah kisah yang ingin selalu kukenang sampai kapan pun, bahkan
hingga raga ini tak bernyawa lagi.
Hari ini harpanku. Hanya
sekadar ingin bertemu kembali dengan mama. Ingin memeluknya. Ingin kembali
bercerita tentang semua yang terjadi dalam perjalananku. Perjalanan yang
kutempuh tanpa dia di sisiku. Satu hal yang kuyakini doanya selalu mengiringi
langkahku.
*****
Peserta
dalam Lomba Cipta Kisah Inspiratif bertema “Perjalanan (R)asa” bersama Jejak
Publisher.
|
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "Cerpen - Suara Yang Dirindukan"
Post a Comment