Novel | 1 Titik (part 5) - Satu Mimpi yang Sama
Monday, February 4, 2019
Add Comment
Satu Mimpi Yang Sama
"Ahmad, hari ini kami akan kembali ke Palopo.
Kamu baik-baik di sini. Harus tetap semangat dan jangan menyerah dengan
keadaan,” pesan ayah.
“Insya Allah, Yah. Tapi ayah akan
sering-sering kemari kan?” tanyaku.
“Iya, ayah akan menyempatkan
untuk menjenguk kamu disini, setidaknya seminggu sekali.”
“Terima kasih, Yah. Kalau begitu
Ahmad kirim salam buat Deni.”
Ayahku dan rombongan pun pergi
meninggalkan yayasan. Deni memang tidak sempat mengantarkanku saat aku masuk
yayasan BTI[1]
ini. Mereka pasti ingin aku tetap semangat, terutama ibuku. Aku tidak ingin
membuat mereka kecewa. Karena aku bertekat untuk sembuh.
Aku
bertanya pada Nyoman dan yang lain,
“Apa
sih yang membuat kalian tetap yakin melawan penyakit kalian?”
“Ngana
parlu tau, torang berampat ini punya satu mimpi yang sama. Ngana tau apa itu?”[2] Noni menjawab.
“Mimpi?”
aku mengerutkan kening, “ingin sembuh?”
“Hei...
Nyong, ngana benar. Tapi selain itu, mimpi terbesar torang bukan untuk sembuh.”[3]
“Terus?”
“Selain
sembuh, mimpi terbesar kami adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya,”
tambah Nyoman.
“Untuk
apa?’ aku makin penasaran -ada mimpi yang lebih besar selain sembuh bagi
mereka-.
“Kami
ingin membangun sebuah yayasan yang dekat dari kota. Supaya bisa menyelamatkan
lebih banyak nyawa lagi.”
“Kenapa
harus yayasan?”
“Karena,
bila kami telah dipanggil oleh Sang Pencipta kebaikan kami tetap bisa terus
berjalan.”
“Bagaimana
cara kalian mengumpulkan uang? Kalian ini kan sakit?”
“Dengan
cara berkarya. Kami membuat sesuatu yang bisa bermanfaat, seperti kerajinan
tangan untuk dijual. Tadinya saat Fajar masih hidup, dia juga membantu. Dia
sering membuat karya-karya sastra dan banyak peminatnya.”
Mereka
adalah orang-orang yang luar biasa. Bahkan dalam keadaan sakit sekali pun,
mereka masih peduli dengan orang lain. Orang-orang seperti mereka harus tetap
hidup, agar dunia ini selalu damai.
Aku
memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Mungkin pemikiran sastraku bisa
sedikit membantu. Aku mencoba dengan mulai membuat sebuah buku antologi puisi
yang kuberi judul “Buah Bibir Sang Logika”. Ternyata minat masyarakat sekir
sangat tinggi pada karya satra.
Yayasan
ini benar-benar merubah pola pikirku tentang kanker. Dengan semangat dan
keyakinan penyakit ini pasti bisa dilawan. Suatu hari seorang pengusaha yang
bisa dibilang telah sukses.
Dia
bercerita di depan semua penghuni yayasan. Dia bilang dulunya dia orang yang
biasa-biasa saja. Beliau pernah berusaha untuk jadi orang sukses dengan
menghalakan segala cara, seperti mencuri, menipu bahkan pernah menjual oragan
tubuh manusia, khususnya hati. Namun Tuhan menegurnya dengan cara memberinya
penyakit kaker hati. Penyakit ini membelenggunya selama bertahun-tahun. Namanya
pak Harry.
Beliau
akhirnya sadar ini adalah teguran dari Tuhan untuknya. Akhirnya beliau pun
bertekad untuk bertaubat dan akan bekerja yang halal. Awalnya beliau memutuskan
untuk membuka usaha toko buku. Usaha itu pun sempat redup, namun beliau tetap
tegar menjalankan usahanya. Buah dari kesabarannya itu adalah kesuksesan.
Beliau berhasil membangun toko buku yang sangat besar. Bahkan beliau membuat
usaha percetakan buku sendiri, mulai dari buku pelajaran hingga buku-buku
lainnya.
Ada
kejadian yang tak bisa beliau lupakan. Beliau pernah membaca buku di tokonya.
Buku iru berjudul “Hanya Tuhan yang Tahu”. Buku ini bercerita tentang
perjuangan seorang ustadz dalam menyebarkan ajaran agama di suatu perkampungan
yang isinya adalah orang-orang yang menghalalkan cara-cara haram untuk
mendapatkan uang.
Singkat
cerita, sang ustadz pun berhasil mengislamkan semua orang di kampung itu. Hanya
dengan bermodalkan sebuah keyakinan.
Beliau
berpesan, bila kita telah meyakini sesuatu, maka tidak ada yang tidak mungkin
di dunia ini. Beliau pun sudah membuktikannya, penyakit kanker yang dideritanya
perlahan hilang karena beliau telah yakin semua itu akan menjadi terjadi.
Beliau
melihat karya-karya kami dan merasa tertarik untuk membelinya. Yang hebatnya
lagi beliau ingin menerbitkan karya-karyaku. Dengan begitu kami bisa dapat
tambahan untuk membuat mimpi kami benar-benar terwujud.
Satu
hal lagi kudapat dari yayasan ini. Bahwa, semua memang sudah ada yang
menentukan. Namun, kita sebagai individu yang pasti ingin maju, janganlah
menyerah dengan keadaan. Yakinlah kita akan berhasil mencapai semua yang tak
mungkin dan mengubahnya menjadi bisa. Sesungguhnya tak ada yang tak mungkin di
dunia ini.
Sebagian
dari hasil penjualan kami sumbangkan kepada yayasan BTI yang sudah merawat
kita. Sebagian lagi tentu kami simpan untuk modal mewujudkan mimpi besar kami.
***
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "Novel | 1 Titik (part 5) - Satu Mimpi yang Sama"
Post a Comment