Novel | 1 Titik (part 5) - Satu Mimpi yang Sama


Satu Mimpi Yang Sama


            "Ahmad, hari ini kami akan kembali ke Palopo. Kamu baik-baik di sini. Harus tetap semangat dan jangan menyerah dengan keadaan,” pesan ayah.
“Insya Allah, Yah. Tapi ayah akan sering-sering kemari kan?” tanyaku.
“Iya, ayah akan menyempatkan untuk menjenguk kamu disini, setidaknya seminggu sekali.”
“Terima kasih, Yah. Kalau begitu Ahmad kirim salam buat Deni.”
Ayahku dan rombongan pun pergi meninggalkan yayasan. Deni memang tidak sempat mengantarkanku saat aku masuk yayasan BTI[1] ini. Mereka pasti ingin aku tetap semangat, terutama ibuku. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa. Karena aku bertekat untuk sembuh.
Aku bertanya pada Nyoman dan yang lain,
“Apa sih yang membuat kalian tetap yakin melawan penyakit kalian?”
“Ngana parlu tau, torang berampat ini punya satu mimpi yang sama. Ngana tau apa itu?”[2] Noni menjawab.
“Mimpi?” aku mengerutkan kening, “ingin sembuh?”
“Hei... Nyong, ngana benar. Tapi selain itu, mimpi terbesar torang bukan untuk sembuh.”[3]
“Terus?”
“Selain sembuh, mimpi terbesar kami adalah mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya,” tambah Nyoman.
“Untuk apa?’ aku makin penasaran -ada mimpi yang lebih besar selain sembuh bagi mereka-.
“Kami ingin membangun sebuah yayasan yang dekat dari kota. Supaya bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa lagi.”
“Kenapa harus yayasan?”
“Karena, bila kami telah dipanggil oleh Sang Pencipta kebaikan kami tetap bisa terus berjalan.”
“Bagaimana cara kalian mengumpulkan uang? Kalian ini kan sakit?”
“Dengan cara berkarya. Kami membuat sesuatu yang bisa bermanfaat, seperti kerajinan tangan untuk dijual. Tadinya saat Fajar masih hidup, dia juga membantu. Dia sering membuat karya-karya sastra dan banyak peminatnya.”
Mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Bahkan dalam keadaan sakit sekali pun, mereka masih peduli dengan orang lain. Orang-orang seperti mereka harus tetap hidup, agar dunia ini selalu damai.
Aku memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Mungkin pemikiran sastraku bisa sedikit membantu. Aku mencoba dengan mulai membuat sebuah buku antologi puisi yang kuberi judul “Buah Bibir Sang Logika”. Ternyata minat masyarakat sekir sangat tinggi pada karya satra.
Yayasan ini benar-benar merubah pola pikirku tentang kanker. Dengan semangat dan keyakinan penyakit ini pasti bisa dilawan. Suatu hari seorang pengusaha yang bisa dibilang telah sukses.
Dia bercerita di depan semua penghuni yayasan. Dia bilang dulunya dia orang yang biasa-biasa saja. Beliau pernah berusaha untuk jadi orang sukses dengan menghalakan segala cara, seperti mencuri, menipu bahkan pernah menjual oragan tubuh manusia, khususnya hati. Namun Tuhan menegurnya dengan cara memberinya penyakit kaker hati. Penyakit ini membelenggunya selama bertahun-tahun. Namanya pak Harry.
Beliau akhirnya sadar ini adalah teguran dari Tuhan untuknya. Akhirnya beliau pun bertekad untuk bertaubat dan akan bekerja yang halal. Awalnya beliau memutuskan untuk membuka usaha toko buku. Usaha itu pun sempat redup, namun beliau tetap tegar menjalankan usahanya. Buah dari kesabarannya itu adalah kesuksesan. Beliau berhasil membangun toko buku yang sangat besar. Bahkan beliau membuat usaha percetakan buku sendiri, mulai dari buku pelajaran hingga buku-buku lainnya.
Ada kejadian yang tak bisa beliau lupakan. Beliau pernah membaca buku di tokonya. Buku iru berjudul “Hanya Tuhan yang Tahu”. Buku ini bercerita tentang perjuangan seorang ustadz dalam menyebarkan ajaran agama di suatu perkampungan yang isinya adalah orang-orang yang menghalalkan cara-cara haram untuk mendapatkan uang.
Singkat cerita, sang ustadz pun berhasil mengislamkan semua orang di kampung itu. Hanya dengan bermodalkan sebuah keyakinan.
Beliau berpesan, bila kita telah meyakini sesuatu, maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Beliau pun sudah membuktikannya, penyakit kanker yang dideritanya perlahan hilang karena beliau telah yakin semua itu akan menjadi terjadi.
Beliau melihat karya-karya kami dan merasa tertarik untuk membelinya. Yang hebatnya lagi beliau ingin menerbitkan karya-karyaku. Dengan begitu kami bisa dapat tambahan untuk membuat mimpi kami benar-benar terwujud.
Satu hal lagi kudapat dari yayasan ini. Bahwa, semua memang sudah ada yang menentukan. Namun, kita sebagai individu yang pasti ingin maju, janganlah menyerah dengan keadaan. Yakinlah kita akan berhasil mencapai semua yang tak mungkin dan mengubahnya menjadi bisa. Sesungguhnya tak ada yang tak mungkin di dunia ini.
Sebagian dari hasil penjualan kami sumbangkan kepada yayasan BTI yang sudah merawat kita. Sebagian lagi tentu kami simpan untuk modal mewujudkan mimpi besar kami.
***


[1] Bhinneka Tunggal Ika
[2] Kamu perlu tahu, kami berempat ini punya satu mimpi yang sama. Kamu tahu apa itu?
[3] Hei... boy kamu benar. Tapi selain itu mimpi besar kami bukan untuk sembuh

_____________________________
Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,

Terima Kasih.

0 Response to "Novel | 1 Titik (part 5) - Satu Mimpi yang Sama"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo

Iklan Tengah Artikel 1



Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Iklan Tengah Artikel 2




Iklan Bawah Artikel

oOoOoOo
DUKUNG KOSAN KARYA UNTUK TERUS BERKARYA:

Donasi Via Saweria atau dukung Kosan Karya dengan klik iklan google (Google Adsense) yang tampil


Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo