NOVEL | 1 Titik (part 6) - Negeri Satu Semboyan
Friday, February 8, 2019
Add Comment
Negeri Satu Semboyan
Di yayasan ini, para
pasien diajarkan untuk hidup sehat dengan melakukan senam rutin setiap pagi.
Selain itu diadakan juga bakti sosial. Semua pemghuni yayasan diajak berbaur
dengan masyarakat. Masyarakat pun menerima dengan poditif.
Yayasan yang
telah berdiri sejak 2001 ini memang atas kerjasama masyarakat. Dengan
menyatukan perbedaan dan semangat gotong royong jadilah yayasan ini. Yayasan
yang dikenal dengan nama Bhinneka Tunggal Ika ini dulunya adalah bangunan tua yang
tak terawat. Dari yayasan ini telah banyak nyawa yang diselamatkan, meski ada
pula nyawa yang harus berakhir di sini.
Hari demi
hari tak terasa. Waktu bergulir begitu cepat. Satu penghuni BTI sedang
bergembira. Setelah melewati perjuangan yang panjang, akhirnya ia berhasil
bebas dari penyakit kanker yang dideritanya. Kata dokter kankernya tiba-tiba
menghilang. Namun, ia tidak sembuh seratus persen. Dia masih beresiko kanker,
namun resiko itu bisa diminamilisir dengan pola hidup sehat. Dan hal ini pun menjadi
penyemangat untuk kami berlima.
***
Di malam yang
dingin, aku yang sekamar dengan Nyoman dan Samuel tak bisa tidur. Kurasakan
rindu yang mendalam kepada ibu dan ayah. Orang-orang yang selalu
menyemangatiku. Malam itu aku putuskan untuk keluar kamar dan mengambil air
wudhu. Langkah kaki berayun menuju mushalah kecil di samping yayasan. Aku
lantas melaksanakan shalat tahajud, dilanjutkan dengan membaca ayat suci
Al-Qur’an.
Di tengah
bacaanku, tiba-tiba pintu mushalah terbuka. Saat aku melihat keluar pintu,
ternyata Samuel yang ada di balik pintu.
“Samuel?
Sedang apa kamu di situ?” tanyaku kemudian.
“Hehehe,”
dia menjawabku dengan sebuah tertawa kecil sambil cengengesan, “maaf Ahmad! Sa tara bisa tidur. Kebetulan sa ada liat
ko masuk ke sini.”[1]
“Lalu?”
“Begini,
dulu Fajar sering baca ayat-ayat Al-Qur’an sama seperti kau,” kenangnya, “boleh
sa dengar kau pu suara?”[2]
“Boleh,
silakan!”
“Terima
kasih! Silakan dilanjutkan.”
Selama
sekitar setengah jam aku membaca. Samuel tetap menyimak dengan baik bacaanku,
dia tak terlihat mengantuk. Aku pun bertanya padanya,
“Kenapa kamu
senang mendengarkan bacaan Al-Qur’an?”
“Entahlah.
Sa sering mendengarkan Fajar membaca Al-Qur’an. Walau sa tara tau artinya. Tapi
sa merasa tenang. Apalagi kau pu suara sama seperti Fajar, enak didengar.”[3]
***
Hari ini
kebetulan hari Minggu. Hari beribadah bagi umat kristiani. Aku mengamati mereka
dari jauh. Di sana terdapat dua gereja yang saling berdekatan. Samuel dengan
terburu-buru menuju salah satu gereja. Sedang Noni sudah berada di gereja lain
yang berbeda.
“Assalamualaikum,
Ahmad!” seseorang menyapaku dari arah yang berlawanan dengan arah pandanganku.
“Wa’alaikum
salam, Dok,” dr. Aisyah rupanya.
“Kamu sedang
apa di sini, kok sendiri?”
“Saya sedang
memerhatikan Samuel dan Noni.”
“Ada yang
salah dengan mereka?”
“Mereka
sama-sama kristiani kan? Tapi, kenapa mereka masuk ke gereja yang beda?”
“Memang
mereka sama-sama kristiani. Tapi ada beberapa perbedaan dalam tata cara mereka
beribadah dan keyakinan pu sedikit berdeda.”
“Perbedaan
bagaimana?”
“Mmm... Saya
tidak begitu tahu banyak, karena saya bukan mereka. Tapi, ada sedikit yang saya
tahu. Umat Katolik berdoa dengan membuat tanda salib. Tanda tersebut dibuat
dengan menggunakan jari telunjuk tangan kanan menyentuh dahi, dada, bahu kiri
dan kanan secara berurut. Sedangkan, umat Protestan hanya berdoa seperti
biasa,” suara lembutnya menjelaskan diiringi ayunan jari yang lentik.
“Perbedaan
itu wajar, yang penting kita bisa menyikapi perbedaan itu dengan indah. Dalam
Islam pun ada beberapa perbedaan kan? Perbedaan itu bisa disatukan dengan
kebersamaan,” lanjutnya.
Pagi itu Nyoman
pun terlihat sedang menjalankan ritual seperti berdoa di sebuah Pura. Mungkin
dia memohon agar penyakitnya segera diangkat. Begitu pun Tami. Toleransi yang
terpelihara di sini membuktikan bahwa perbedaan bukanlah sebuah penghalang
eratnya persaudaraan.
***
Mengisi
waktu luang, di siang harinya. Kami, lima sahabat dan dr. Aisyah sedikit
bernyanyi. Beberapa lagu penyemangat. Setelah bernyanyi, Samuel pun bercerita.
“Hei,
teman-teman. Sa punya cerita lucu. Kamu semua harus dengar! Dokter juga!”
“Cerita apa
toh?” Tami menyambut dengan logat medoknya, “awas loh yah kalau ndak lucu!”
“Kalau di
Papua, cerita semacam ini namanya MOP. Jadi begini, pace Papua satu ini dia pu
teman bule nih meninggal dunia. Jadi di pi melayat. Sampai di rumah duka, dia
liat orang-orang bule semua di dalam. Karena pace nih tara kenal dorang terus
tara tau bahasa Inggris. Pace langsung masuk menuju peti. Terus dia menangis
sambil teriak ‘MERRY CHRISTMAS. MERRY CHRISTMAS. MERRY CHRISTMAS. AND HAPPY NEW
YEAR’...”[4]
Suasa hening
tercipta dalam beberapa saat. Kami saling menatap. Dan tiba-tiba, gelak tawa
pun pecah tak tertahankan. Bahkan hingga perut kami pun sakit.
***
Benar yang
dikatakan dr. Aisyah, perbedaan bisa tak terasa bila kebersamaan telah membaur.
Kebersamaan seperti ini, membuat semua masalah seakan hilang. Semua duka
bertransformasi menjadi sebuah kebahagiaan.
Orang-orang
seperti mereka tidak akan kulupakan. Mereka yang mengajarkan tentang semangat
hidup, mengajariku tentang kebersamaan dan mengajariku apa arti Bhinneka
Tunggal Ika yang sebenarnya.
***
[3] Entahlah. Saya sering
mendengarkan Fajar membaca Al-Qur’an. Walau pun saya tidak tahu artinya. Tapi
saya merasa tenang. Apalagi suaramu sama seperti suara Fajar. Enak didengar.
[4] Seorang bapak punya teman
bule meninggal dunia. Jadi bapak ini pergi untuk melayat. Di rumah duka, dia
melihat semua yang hadir orang-orang bule. Karena bapak ini tidak mengenal
mereka ditambah dia tidak mengerti bahasa Inggris. Dan dia langsung menuju peti
mati sambil menangis dan teriak “MERRY CHRISTMAS. MERRY CHRISTMAS. MERRY
CHRISTMAS. AND HAPPY NEW YEAR
_____________________________Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,
Terima Kasih.
0 Response to "NOVEL | 1 Titik (part 6) - Negeri Satu Semboyan"
Post a Comment