FIKSI MINI | Surat


Surat
Aku tak tahu harus memulai dari mana kisah ini. Kisah tentang kebodohanku dan penyesalan yang selamanya hanya akan menjadi sebuah penyesalasan. Layaknya penyesalan yang lain. Aku pun serasa ingin memutar kembali waktu dan mengubah semua alur ceritaku yang konyol ini.
Ruangan serba kuno nan antik ini, entah sejak kapan tak pernah terawat. Aku pun lupa kapan terakhir kali mengunjunginya. Semua yang ada di ruangan ini terlihat kuno dan menyedihkan.
Akhirnya sebuah benda di atas meja itu menarik perhatianku: kotak kayu tua yang tentu saja antik. Di antara semua benda di ruangan ini, kotak kayu itulah satu-satunya yang terlihat lumayan terawat. Saat kotak itu dibuka pun, benda-benda di dalamnya terlihat sama antiknya. Beberapa lembar monokrom melukiskan senyum-senyum manis yang berhasil membawa kenangan indah di kepala.
Satu benda di dalam kotak itu terlihat tak membaur dengan yang lain. Satu-satunya benda yang terlihat baru dan modern di antara kawan-kawan bisunya yang antik juga kuno. Sepucuk amplop putih yang membalut rapi sebuah pesan cinta di dalamnya. Pesan yang indah untuk seorang yang tak tahu bertemakasih.
Surat itu berisi;
***
Kepadamu permata hidupku,
Sejak pertama kali kau menyesup ke dalam hidupku. Kau sudah nampak siap melebur kantukku dengan suaramu, manjamu dan tuturmu. Setiap pagi kau bercerita tentang angin, hujan dan pelangi. Semua adalah keindahan semu yang kau buat sendiri dalam imajimu.
Kau hadir bak malaikat di tengah-tengah kegundahan dan kegurasanku terhadap hidup. Kau berhasil membangunkanku dari mati yang tak benar-benar mati. Setiap lakumu, gerakmu dan lugumu adalah kekonyolan yang selalu membuatku ceria.
Ketahuilah setiap hela napasku, setiap detik hidupku aku akan selalu mencintaimu. Bahkan hingga matiku.
Tak berapa lama. Kau beranjak dewasa, dan aku tentu makin menua. Kisah cinta kita belum berakhir. Namun, sejak pertama kali kau melangkah ke luar pintu, aku tahu itu pertama kalinya kau mengenal cinta selain dari aku. Kau mungkin saja terlena dan akhirnya menjatuhkan hatimu padanya, seseorang yang kau anggap sangat baik untukmu.
Aku bahagia sekaligus khawatir. Aku bahagia; sebab kau mengenal cinta yang lain. Aku khawatir; jikalau nanti kau lupa dengan kisah cinta kita. Ah, sudahlah, mungkin hanya firasatku.
Kau pulang dengan waktu yang tak sama seperti biasa. Aku takut ketakutanku menjadi nyata. Tapi kau selalu bersikeras bahwa kau baik-baik saja dan aku yang terlalu berlebihan. Ya, mungkin saja.
Hari selanjutnya, aku masih melihatmu bergandeng tangan dengan dia. Pulang dengan sejuta kegelamoran yang tak pernah bisa kuberikan padamu. Kau tumbuh makin dewasa.
Saat itu aku mulai berpikir untuk menjadi yang kau mau pula. Apa pun caranya. Aku rela bermandi keringat dengan sengatan mentari yang ganas; aku rela melawan ombak yang kapan saja bisa membunuhku; dan aku rela berhadapan muka dengan macan demi mengambil kulitnya. Tapi, semua itu tetap tak pernah benar di matamu.
Aku ingat, malam itu kau pergi tak memberi kabar. Aku menunggumu di depan pintu. Menahan kantuk dan juga lelahku. Kau tiba dan aku justru mendapat makianmu saat seharusnya aku yang memarahimu.
Aku ingat kau pernah bilang, aku hanya penghalang dan hanya menjadi pengusik kebahagianmu. Bahkan kau bilang aku ini kuno, udik dan aneh. Tidak, aku tidak marah atas semua tingkahmu. Bahkan untuk disebut kecewa pun tidak. Aku hanya menyesali diriku sendiri, si bodoh yang tak pernah bisa memenuhi keinginanmu karena tak sekaya yang kau mau.
Di mana pun aku saat kau menemukan surat ini. Surat yang kutulis khusus untukmu. Surat yang kutulis dalam kesakitan dan kesendirianku di atas ranjang rumah jompo ini. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Aku tak pernah marah atau kesal sedikit pun padamu.
Terima kasih, anakku. Telah hadir dalam kehidupan ayah. Telah menjadi semangat ayah setelah ibumu tiada.
Untukmu permata hidupku, putri cantik ayah.
Dari ayah yang selalu mencintaimu.
***
Dan ayah baru saja menghembuskan napas terakhirnya sebulan lalu. Aku adalah putri yang tahu berterimakasih pada ayahnya. Aku adalah putri yang durhaka.
“Ayah, jika ayah mendengarku. Aku hanya ingin meminta maaf kepadamu dan terima kasih telah menjadi ayah yang hebat untukku.”
...

_____________________________
Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,

Terima Kasih.

0 Response to "FIKSI MINI | Surat"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo

Iklan Tengah Artikel 1



Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Iklan Tengah Artikel 2




Iklan Bawah Artikel

oOoOoOo
DUKUNG KOSAN KARYA UNTUK TERUS BERKARYA:

Donasi Via Saweria atau dukung Kosan Karya dengan klik iklan google (Google Adsense) yang tampil


Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo