FIKSI MINI | Kapurung dan Papeda (Beda Nama, Satu Rasa)


Kapurung dan Papeda (Beda Nama, Satu  Rasa)


Samuel adalah anak keturunan asli Papua. Dia dan kedua orang tuanya baru saja pindah ke kota Palopo, Sulawesi Selatan. Karena alasan pekerjaan, maka ayah Samuel memutuskan untuk pindah. Samuel pun harus mulai terbiasa dengan suasana lingkungan yang baru. Dia pun berkenalan dengan anak dari rekan kerja ayahnya.
“Hei, sa pu nama Albertus Samuel. Kam bisa panggil sa Samuel,”[1] si kulit hitam pemberani ini mulai memperkenalkan dirinya.
“Abi, apa na bilang ini anak?”[2] yang diajak bicara tidak menjawab, malah berbisik pada ayahnya.
“Hei, yang sopan, nak. Na bilang namanya Samuel. Sekarang perkenalkan namamu!” ayahnya berbisik lagi pada anak itu.
“Hmm... Hmm...” anak itu berdehem sedikit sebelum akhirnya melanjutkan mengenalkan dirinya, “sa pu nama Basso. Ndak ada ji nama panjangku. Jadi, panggil mi ka saja Basso.”[3]
Semua yang mendengarnya tertawa. Dengan penuh percaya diri Basso mencoba memperkenalkan dirinya dengan meniru dialek atau cara bicara Samuel. Namun, semua itu terdengar aneh, karena yang ia gunakan justru dua dialek yang berbeda, yaitu: dialek Papua dan Bugis-Luwu.
...
Karena sering bermain bersama dan bersekolah di tempat yang sama pula, mereka pun menjadi akrab. Dibanding anak-anak lain yang gemar bermain game online, mereka dan beberapa teman lain lebih suka bermain permainan tradisional seperti ma’goli[4], petak umpet, dan beberapa permainan tradisional lain, baik yang berasal dari Sulawesi, mau pun daerah lain. Samuel pun jadi mengenal dan terbisa dengan budaya orang Sulawesi, begitu pun Basso yang sedikit demi sedikit mulai memahami dialek temannya itu.
Walaupun Samuel dan Basso adalah sahabat yang sangat akrab. Tetap saja, mereka pun sering bertengkar karena hal-hal yang sepele. Mulai dari berebut mainan sampai bermain curang -yang satu ini jangan ditiru-.
Suatu hari, Samuel menunjukkan mainan barunya kepada Basso. Sebuah robot mainan yang baru saja ayahnya belikan untuk Samuel.
“Basso, kasi sa lagi main-kah!”[5] bujuk Samuel pada Basso.
“Ngeeeeeeeeennnnnngggg...” Basso tidak menghiraukan permintaan Samuel.
“Basso, sa lagi-kah!” Samuel memohon lagi.
“Nanti pi kau. Saya mi dulu. Kalau puas mi ka main, baru kau lagi!”[6]
“Tapi, kau su main dari tadi.”[7]
“Ngeeeeeennnngggg!”
Karena sedari tadi Basso hanya asyik bermain sendiri. Samuel pun terlihat mulai marah, dan dia pun merebut mainan itu secara paksa. Basso pun tak ingin memberinya kepada Samuel. Terjadilah aksi tarik-menarik di antara mereka.
“Ini sa pu robot. Jadi, sa dulu yang main,”[8] kata Samuel sambil robot mainan itu kuat-kuat.
“Saya mi dulu. Nanti pi kau,”[9] tak mau kalah Basso pun menariknya lebih kuat.
Tiba-tiba terdengar suara “TRAAAAKKK” dari mainan tersebut. Mereka pun terjatuh di arah yang berlawanan. Samuel pun memerhatikan benda yang ada di tangannya, begitu juga dengan Basso. Secara bersamaan mereka pun terkejut dengan yang mereka lihat. Mainan itu sudah rusak. Terpotong menjadi dua bagian. Bagian kepala, tangan dan setengah badan atas berada di tangan Basso. Sementara, Samuel mendapat bagian badan bawah dan kakinya.
“Gara-gara kau mi ini. Cobanya ndak mu-rebut i tadi. Ndak bakal rusak itu mainanmu,”[10] tanpa rasa bersalah, Basso justru berbalik menyalahkan Samuel.
...
Hingga beberapa hari mereka pun tak saling bicara dan tak pernah lagi bermain bersama.
“Samuel, kau ini kenapa tara pi bermain deng dorang Basso-kah?[11] tanya ayah Samuel yang melihat anaknya terus merenung.
A, tara ada, bapa. Sa hanya sedang tara mau main saja,”[12] jawab Samuel.
“Samuel, kau tara usah bohong sudah. Bapa tahu kau sedang ada bakalai deng Basso toh?”[13]
“Tapi, bapa. Basso yang ada mulai duluan. De tara mau kasih sa pu mainan,”[14] Samuel mulai bercerita.
“Samuel, kau deng Basso tu su baku kawan pung lamae. Baru sekarang kam dua ada bakalai hanya karena mainan?” ayah Samuel mulai menasihati anaknya ini, “harusnya kam ini mengalah saja. Kam bisa toh main kam pu robot tu di rumah?”[15]
Samuel terdiam.
“Harusnya mu-kasi mi saja Samuel itu mainannya. Kan itu dia punya? Sedangkan kamu bisa minta mi saja di Abi,”[16] di tempat lain Basso pun dinasehati oleh ayahnya.
...
Samuel sekeluarga mendatangi rumah Basso. Siang itu keluarga mereka berencana membuat acara kecil-kecilan untuk mempererat tali persaudaraan antara kedua keluarga yang berbeda suku ini. Dengan hidangan khas dari Palopo dan tanah Luwu yaitu kapurung. Sebuah makanan terbuat dari sagu yang mengental karena disiram dengan air panas.
Bapa, kenapa papeda ini beda dengan yang di Papua?” tanya Samuel penasaran.
“Itu bukan papeda tapi kapurung!” sanggah Basso, kesal.
“Hei, kalian tahu tidak? Kita semua sama seperti makanan itu. Walau namanya berbeda-beda di setiap daerah, ada yang menyebutnya papeda, kapurung, atau bugalu? Tapi proses pembuatannya semua sama, bahannya sama dan juga rasanya sama enaknya,” ayah Basso menjelaskan.
Mereka pun paham dan saling memaafkan satu sama lain.


[1] “Hei, nama saya Albertus Samuel. Kamu bisa panggil saya Samuel.”
[2] “Ayah, anak ini bilang apa?”
[3] “Nama saya Basso. Saya tidak punya nama panjang. Jadi, panggil saja Basso.”
[4] Kelereng
[5] “Basso, izinkan saya bermain juga.”
[6] “Kamu nanti saja. Sekalang saya dulu. Kalau saya sudah puas bermain, setelah itu kamu!”
[7] “Tapi kamu sudah bermain dari tadi.”
[8] “Ini robotku. Jadi, saya dulu yang bermain.”
[9] “Saya duluan. Kamu nanti saja.”
[10] “Semua ini gara-gara kamu. Seandainya tadi kamu tidak merebutnya. Pasti mainanmu tidak akan rusak.”
[11] “Samuel, kamu ini kenapa tidak bermain dengan Basso dan kawan-kawan
[12] “Tidak, ayah. Saya hanya tidak sedang ingin termain.”
[13] “Samuel, kamu tidak perlu bohong. Ayah tahu kamu sedang bertengkar kan dengan Basso?”
[14] “Tapi, yah. Basso duluan yang mulai. Dia tidak mau memberikan mainan saya.”
[15] “Samuel, kamu dengan Basso itu sudah berteman lama. Sekarang kalian bertengkar hanya karena mainan?” “harusnya kamu biarkan dulu dia bermain. Kan kamu bisa bermain robotnya di rumah?”
[16] “Harusnya kamu berikan saja mainan itu ke Samuel. Kan kamu bisa minta ke Abi?”

_____________________________
Terima kasih atas kunjungan Anda dan telah bersedia membaca karya-karya sederhana kami. Dukung blog Kosan Karya dengan mengklik iklan yang tampil. Klik share jika Anda menganggap karya ini menarik dan layak dibagikan, atau tinggalkan komentar, kritik, dan saran agar dapat menjadi acuan bagi penulis.
Salam,

Terima Kasih.

0 Response to "FIKSI MINI | Kapurung dan Papeda (Beda Nama, Satu Rasa)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo

Iklan Tengah Artikel 1



Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Iklan Tengah Artikel 2




Iklan Bawah Artikel

oOoOoOo
DUKUNG KOSAN KARYA UNTUK TERUS BERKARYA:

Donasi Via Saweria atau dukung Kosan Karya dengan klik iklan google (Google Adsense) yang tampil


Klik Di Sini Untuk Mengiklankan Produk Anda di Blog ini.

Beberapa karya dalam blog ini telah dibukukan dan diterbitkan, silakan klik DI SINI untuk melihat beberapa buku karya kami. Buku dapat dibeli secara resmi di toko Shopee kami Seputar Komputer Project
oOoOoOo